Blog

  • INDONESIA NEGARA KAYA AKAN HASIL TAMBANG BATU – BARA

    INDONESIA NEGARA KAYA AKAN HASIL TAMBANG BATU – BARA

    Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan yakni secara ringkas dalam 2 tahapan; tahapan diagenetik atau biokimia dan tahap malihan atau geokimia. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan nitrogen dan oksigen

    Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk, bisa berbentuk kubus, balok, bulat, atau segitiga.

    Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

    Umur

    Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif ketika hampir seluruh deposit batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.

    Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang lalu, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis di belahan Bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 – 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain

    Materi pembentuk

    Hampir seluruh bahan pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

    • Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari periode ini.
    • Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari periode ini.
    • Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk  berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
    • Gymnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
    • Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gymnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

     

    Pembentukan

    Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga  disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

    • Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi, dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
    • Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

     

    Kelas dan jenis

    Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit, dan gambut.

    • Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metallic, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
    • Bituminous mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
    • Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
    • Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
    • Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

     

    Penambangan

    Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatra dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

    Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tergolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatra dan sebagian besar Kalimantan

    Endapan batubara Eosen

    Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatra dan Kalimantan.

    Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatra. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluvial, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.

    Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara terjadi sekitar Eosen Tengah – Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatra bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marine).Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara di mana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan  yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.

    Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatra Tengah (Riau).

    Endapan batubara Miosen

     

    Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah – Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas di mana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah ketampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatra. Endapan batubara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.

     ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatra bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara Miosen ini tergolong sub-bituminus dan lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan  di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjung Enim, Cekungan Sumatera bagian selatan.

    Sumberdaya batubara

    Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatra, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomiannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.

    Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batubara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi.Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.

    Di Indonesia,  merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).

    Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

    Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.

    Membakar batu bara secara langsung telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

    Gasifikasi batu bara

    soal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batubara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.

    Tetapi, bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila  ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bisa mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai “hujan asam“. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum bercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

    Merusak kesehatan manusia

    Penggunaan batubara sebagai bahan bakar dapat menyebabkan masalah kesehatan dan kematian.

    Kabut asap London yang mematikan terutama disebabkan oleh penggunaan batubara yang sangat banyak. Batubara global diperkirakan menyebabkan 800.000 kematian prematur setiap tahun, umumnya di India  dan Tiongkok.

    Menghirup debu batu bara menyebabkan pneumokoniosis pekerja  yang dikenal dengan bahasa sehari-hari sebagai “paru-paru hitam”, disebut demikian karena debu batu bara benar-benar mengubah paru-paru menjadi hitam dari warna merah jambu biasa. Di Amerika Serikat saja, diperkirakan bahwa 1.500 mantan karyawan industri batubara meninggal setiap tahun akibat pengaruh menghirup debu tambang batubara.

    Sekitar 10% batu bara adalah abu: abu batubara berbahaya dan beracun bagi manusia dan beberapa makhluk hidup lainnya. Abu batubara mengandung unsur radioaktif uranium dan thorium. Abu batubara dan produk sampingan pembakaran padat lainnya disimpan secara lokal dan tersebar dengan berbagai cara yang membuat mereka yang tinggal di dekat pabrik batu bara terkena radiasi dan racun lingkungan.

    Sejumlah besar abu batubara dan limbah lainnya diproduksi setiap tahun. Penggunaan batubara menghasilkan ratusan juta ton abu dan produk limbah lainnya setiap tahun. Ini termasuk abu terbang, abu padat, dan desulfurisasi gas buang lumpur, yang mengandung merkuri, uranium, thorium, arsenik, dan logam berat lainnya, bersama dengan non-logam seperti selenium.

    Emisi cerobong asap batubara menyebabkan asma, stroke, berkurang kecerdasan, arteri tersumbat, serangan jantung, gagal jantung kongestif, aritmia, keracunan merkuri, oklusi arteri, dan kanker paru-paru

    Biaya kesehatan tahunan di Eropa dari penggunaan batu bara untuk menghasilkan listrik diperkirakan mencapai € 43 miliar.

    Di Cina, peningkatan kualitas udara dan kesehatan manusia akan meningkat dengan kebijakan iklim yang lebih ketat, terutama karena energi negara itu sangat bergantung pada batubara. Dan akan ada manfaat ekonomi bersih.

    Sebuah studi tahun 2017 dalam Jurnal Ekonomi menemukan bahwa untuk Inggris selama periode 1851-1860, “peningkatan satu standar deviasi dalam penggunaan batubara meningkatkan angka kematian bayi sebesar 6-8% dan menjelaskan bahwa dampak penggunaan batubara pada industri sekitar sepertiga dari hukuman mati perkotaan yang dilaksanakan selama periode ini

    Bagaimana membuat batubara bersih

    Ada beberapa cara untuk membersihkan batu bara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat , beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sebelum mencapai cerobong asap.

    Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai “pyritic sulfur ” karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai “fool’s gold” dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air, batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan “coal preparation plants” yang membersihkan  dari pengotor-pengotornya.

    Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut “organic sulfur,” dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuwan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.

    Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah “flue gas desulfurization units,” tetapi banyak orang menyebutnya “scrubbers” — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.

    Membuang NOx dari 

    Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar daripada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak di dalam batu bara.

    Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain daripada polusi yang dapat membuat kotornya udara.

    Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar batu bara di pemabakar di mana ada lebih banyak bahan bakar daripada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen dikombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua di mana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut “staged combustion” karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai “low-NOx burners” dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kandungan Nox yang terlepas di udara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti “scubbers” yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari “low-NOx burners,” namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox

    Cadangan batu bara dunia

    Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu hexagram (1 × 1015 kg atau 1 triliun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batubara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290 terajoules. Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt, terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.

    British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 × 1014 kg), atau cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.

    Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil equivalent)

    TEMPAT BERMAIN SLOT YANG ASIK : MAHKOTA69

  • PABRIK EMAS DARI INDONESIA Tapi Milik Asing PT Freeport Indonesia

    PABRIK EMAS DARI INDONESIA Tapi Milik Asing PT Freeport Indonesia


    PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan
    Amerika Serikat yang berada di Indonesia dan bergerak di bidang eksplorasi, pertambangan, pemrosesan, dan pemasaran konsentrat tembaga, emas, dan perak di dataran tinggi Tembagapura, Mimika, Papua Tengah. Freeport Indonesia adalah anak usaha dari perusahaan Amerika Freeport-McMoRan.

    Sejarah

    Awal mula PT Freeport Indonesia berdiri, dimulai pada tahun 1904-1905 saat suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap  (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.

    Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegunungan yang “teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. Catatan Carstensz ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.

    Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.

    Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. H. A. Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.

    Pada pertengahan tahun 1930, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Carstensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.

    Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatschappij, yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisisnya serta melakukan penilaian.

    Pada awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembangunan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1/1967).

    Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jenderal Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.

    Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.

    Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiardjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam Perjanjian Renville.

    Kontrak karya

    Sejarah kontrak karya

    • 1936 – Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’.
    • 1960 – Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’.
    • 1967 – Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun dan mulai beroperasi tahun 1973. (1967-1991 24 tahun)
    • 1988 – Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang.
    • 1991 – Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi akan berakhir pada tahun 2021 (1991-2021 30 tahun), serta kemungkinan perpanjangan 2×10 tahun sampai tahun 2041 (2021-2041 20 tahun).

    Luas wilayah

    • Eksplorasi KK-A = 10.000 Ha
    • Eksplorasi KK-B = 202.950 Ha

                Total Wilayah = 212.950 Ha

                 Luas wilayah KK Blok B terakhir seluas 212.950 hektar tersebut hanya     tinggal 7,8 dari total luas wilayah eksplorasi pada tahun 1991.

    • 1991 = 2,6 juta Ha
    • 2012 = 212.950 Ha

    Investasi

    • 8,6 miliar dengan perkiraan tambahan investasi sebesar USD 16-18 miliar untuk pengembangan bawah tanah ke depan.
    • 94% total investasi tambang tembaga di Indonesia
    • 30% total investasi di Papua
    • 5% total investasi di Indonesia

    (Sumber: Data terakhir di MP3EI hingga tahun 2012)

    Cadangan terbukti

                2,52 miliar ton bijih:

    • 0,97 gram/ton tembaga
    • 0,83 gram/ton emas
    • 4,13 gram/ton perak

    Penerimaan negara

    PTFI telah membayar PPh Badan lebih tinggi dari tarif UU yang kini berlaku. Pembayaran ini merupakan porsi terbesar dalam pembayaran ke penerimaan Negara. UU PPh Nasional 25% sementara PPh Badan PTFI 35%. Sejak tahun 1999, PTFI secara sukarela telah melakukan pembayaran royalti tambahan untuk tembaga, emas dan perak jika produksi melebihi tingkat tertentu yang disetujui.

    Produksi

    40% produk konsentrat PTFI dikirim ke PT Smelting Gresik PTFI membangun pabrik peleburan tembaga (smelter) pertama di Indonesia, yaitu PT Smelting tahun 1998.

    Divestasi Saham ke Pemerintah Indonesia

    Pemerintah Indonesia mengincar kepemilikan mayoritas (51%) di PT Freeport Indonesia (PTFI). Berbagai langkah dan upaya dilakukan agar bisa mengambil hak divestasi yang sudah tertuang dalam peraturan. Pemerintah melalui perusahaan BUMN, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, akhirnya bisa memegang 51,23% saham PTFI. Saham itu ditebus dengan harga US$3,85 miliar atau sekitar Rp 56,1 triliun.

    Kronologis langkah-langkah divestasi saham PTFI yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut

    1967

    Kontrak Karya I antara Freeport dan pemerintah Indonesia diteken pada April 1967 dengan masa berlaku untuk 30 tahun. Dari kontrak ini ditentukan Freeport McMoRan memiliki 90,64% saham dan pemerintah Indonesia dengan 9,36% saham di PT Freeport Indonesia. Freeport kemudian meminta perpanjangan kontrak dan dikabulkan pemerintah dengan menerbitkan Kontrak Karya II pada 1991.

    1991

    Proses divestasi dimulai di sini, bermula dari Desember 1991 yakni saat ditekannya Kontrak Karya II Freeport yang berlaku untuk 30 tahun ke depan. Pasal 24 kontrak mengatur jelas bahwa perusahaan penambang mineral itu wajib melepas sahamnya ke pemerintah Indonesia sebanyak dua tahap.

    Tahap pertama PTFI harus melepas sahamnya sebesar 9,36 persen dalam kurun waktu 10 tahun sejak kontrak diteken. Selanjutnya, mulai tahun 2001 PTFI harus menawarkan 2% per tahun ke pemerintah hingga kepemilikan nasional di perusahaan tambang asal Amerika itu mencapai 51%

    Divestasi tahap awal berjalan mulus, 9,36% saham dibeli oleh swasta nasional PT Indocopper Investama Corporation. Perusahaan ini masih terafiliasi dengan kelompok usaha Bakrie.

    1992

    Tepat setahun setelah pembelian saham, tepatnya tahun 1992, PTFI justru mengakuisisi 49% saham Indocopper. Ini artinya hampir separuh saham Indocopper milik Freeport, divestasi yang semula di tangan nasional jadi setengah-setengah.

    1994

    Proses divestasi mulai berantakan ketika Presiden Soeharto menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20/1994 tentang pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan batubara. Dalam aturan disebut perusahaan asing bisa memiliki saham hingga 100% dan diperbolehkan membeli saham perusahaan yang sudah didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negeri.

    1997

    Tahun 1997, Bakrie kembali menjual sisa sahamnya di Indocopper kepada PT Nusamba Mineral Industri, perusahaan milik pengusaha Bob Hasan. Beraksi serupa dengan Bakrie, Nusamba Mineral pun menjual saham ini kembali ke PTFI. Alhasil PTFI kembali memiliki saham sebanyak 90,64% di tambang Grasberg, Mimika, Papua.

    2009

    Pemerintah menerbitkan UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Dalam undang-undang ini ditegaskan berbagai ketentuan yang wajib dilaksanakan pengusaha tambang mulai dari pembangunan smelter, perubahan kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan penegasan soal kewajiban Divestasi 51%.

    2010

    Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP No. 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. PP ini diterbitkan karena pemerintah tak mampu selesaikan target renegosiasi sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Minerba.

    2011

    Jika mengikuti ketentuan kontrak karya 1991, proses divestasi semestinya selesai pada tahun ini.

    2014

    Pemerintah menerbitkan revisi ketiga PP No. 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba. Mengatur para pemegang kontrak tambang bisa mendivestasikan sahamnya hingga 20% setahun sejak aturan diterbitkan.

    2016

    PTFI mengajukan nilai divestasi untuk 10,64% saham sebesar US$ 1,7 miliar sementara pemerintah menawar lebih dari separuh yakni US$ 630 juta dengan alasan sesuai Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2013.

    Isu pembentukan holding BUMN tambang mulai hangat.

    2017

    Pada 10 Januari 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat tertutup memberikan arahan untuk meningkatkan kepemilikan negara di Freeport menjadi 51 persen dari saat itu sebesar 9,36 persen.

    Pada 11 Januari 2017, Kementerian ESDM menerbitkan PP No. 1/2017 yang merupakan perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, yang di antaranya memuat tentang:

    – Perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen secara bertahap

    – Kewajiban pemegang Kontrak Karya (KK) untuk mengubah izinnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

    Selanjutnya pada Januari hingga Agustus, pemerintah gencar melakukan renegosiasi antara Freeport McMoRan (FCX), pemilik 90,64 persen PTFI, dan pemerintah berlangsung untuk memastikan operasional PTFI dalam jangka panjang.

    Renegosiasi mencakup 4 hal yaitu divestasi 51 persen, kelanjutan operasi PTFI hingga 2041 melalui perubahan KK menjadi IUPK, Jaminan investasi jangka panjang terkait dengan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan jaminan regulasi Pembangunan smelter dengan deadline operasional pada 12 Januari 2022.

    Usai renegosiasi, pada 18 April tahun yang sama dilakukan Memorandum of Understanding (MoU) antara FCX and pemerintah untuk memberikan jaminan KK akan tetap berlaku hingga ada IUPK yang disetujui bersama serta jaminan stabilitas investasi.

    Belum sampai di situ, pada 27 Agustus di mana pemerintah dan FCX mencapai kesepahaman untuk PTFI mengubah Kontrak Karya (KK) ke IUPK dan mendapatkan jaminan operasi, pemerintah memberikan jaminan fiskal dan regulasi untuk operasional PTFI.

    Pada 27 agustus juga dicapai kesepakatan, PTFI akan membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun, FCX bersedia mengurangi kepemilikan saham di PTFI sehingga entitas Indonesia bisa memiliki 51 persen saham di PTFI, Setelah 4 butir diatas disepakati maka PTFI akan mendapatkan perpanjangan masa operasi 2×10 tahun hingga 2041

    Pada September hingga November, kemudian dilakukan perundingan Pemerintah RI, Inalum, FCX dan Rio Tinto terkait struktur divestasi. Selanjutnya pada 18 Desember, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara resmi menugaskan Inalum untuk membeli saham divestasi PTFI hingga saham yang dimiliki peserta Indonesia di PTFI mencapai 51 persen.

    2018

    Babak baru di mulai pada 12 Januari 2018 pemerintah pusat mengalokasikan 10 persen dari saham PTFI untuk Pemda Papua dan Mimika. Kemudian pada 18 Februari Pembahasan hasil due diligence dan valuasi oleh Danareksa, PwC, Morgan Stanley dan Behre Dolbear Australia terkait divestasi saham PTFI dilakukan.

    Pada 28 Februari hingga 11 Juli terus berlangsung perundingan terkait harga dan struktur transaksi antara Inalum, FCX dan Rio Tinto.

    Pada 12 Juli, diakukan penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara Inalum, FCX dan Rio Tinto terkait dengan harga dan struktur transaksi.

    Pada 13 Juli hingga 25 September dilakukan penyelesaian proses divestasi saham, pemberian jaminan fiskal dan regulasi, detail terkait pembangunan smelter, dan tindak lanjut dari HoA.

    Lalu di 27 September, dilakukan penandatanganan perjanjian terkait divestasi saham PTFI yang terdiri dari:

    1. Perjanjian Divestasi PTFI
    2. Perjanjian Jual Beli Saham PT Rio Tinto Indonesia
    3. Perjanjian Pemegang Saham PTFI

    Selanjutnya, 15 November dana hasil penerbitan obligasi sebesar USD 4 miliar sudah masuk ke rekening Inalum.

    Presiden Jokowi menegaskan bahwa saham PT Freeport Indonesia sudah dikuasai Indonesia sebesar 51,2 persen dan resmi beralih ke PT Inalum.

    “Saya baru saja menerima laporan dari seluruh menteri yang terkait dari dirut PT Inalum dan dari CEO dari dirut PT freeport. Disampaikan bahwa saham PT Freeport sudah 51,2 persen sudah beralih ke PT Inalum dan sudah lunas dibayar,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (21/12)

    Menurut Jokowi, hari ini juga merupakan momen yang bersejarah, setelah PT Freeport beroperasi di indonesia sejak 1973 dan kepemilikan mayoritas ini digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

    Sah Jadi Milik Inalum, Kontrak Karya PT Freeport Berubah Jadi IUPK

    Siaran pers Kementerian ESDM menyebutkan, INALUM telah membayar 3,85 miliar dollar AS kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan INALUM meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%. “Kepemilikan 51,23% tersebut nantinya akan terdiri dari 41,23% untuk INALUM dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) yang 60% sahamnya akan dimiliki oleh INALUM dan 40% oleh BUMD Papua, jelas siaran pers Kementerian ESDM, Jumat (21/12) 2018.

    Pembangunan berkelanjutan

    Semua pengertian tentang program pengembangan masyarakat PTFI harus didahului oleh pengertian tentang sejarah Papua. Pertama kali PTFI beroperasi pada tahun 1967, masyarakat Papua merupakan masyarakat pra-modern. Pada saat itu, masyarakat di sana memiliki tingkat baca-tulis yang sangat rendah, rentan terhadap wabah penyakit seperti malaria, dan hidup dalam kemiskinan. Lokasi yang terpencil dan medan yang sulit ditempuh membuat situasi kurang kondusif.

    Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat PTFI difokuskan untuk membantu masyarakat setempat untuk membangun program ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kemampuan baca-tulis, memberikan pelatihan-pelatihan kejuruan, dan mengadakan program kesehatan yang memadai.

    Investasi

    • USD 110,9 juta investasi di program pembangunan berkelanjutan di Papua selama 2012.
    • USD 68,14 juta program pengembangan sosial melalui dana operasional.
    • USD 39,36 juta program pengembangan masyarakat melalui dana kemitraan.

    Ditambah USD 600 juta investasi dalam bentuk infrastruktur sosial yang bermanfaat bagi masyarakat lokal secara langsung (sekolah, rumah sakit, asrama siswa).

    Pengembangan bisnis lokal

    Pendapatan usaha kecil tahun 2012: Rp 91,1 miliar

    Pembinaan pengembangan bisnis bagi sekitar 220 usaha kecil dan menengah serta usaha lokal dan menciptakan lebih dari 1.000 lapangan kerja bagi masyarakat lokal.

    Dana berputar dari Yayasan Bina Utama Mandiri (YBUM) pada tahun 2012 adalah Rp 6,9 miliar. Sejak dimulai, Rp35,3 miliar dari pinjaman usaha telah disediakan bagi 220 usaha. Pelunasan pinjaman sebesar 112%

    Pembinaan dilakukan terhadap 317 nelayan di 19 desa, bekerjasama dengan Keuskupan Mimika. Produksi tangkapan ikan 57,5 ton.

    Penjualan tahunan Yayasan Jayasakti Mandiri (Peternakan Ayam di SP IX & XII) sebesar Rp 19,9 miliar. YJM mempekerjakan lebih dari 472 pekerja dari Papua.

    Hingga Desember 2012, sebanyak 227 petani mitra di 5 desa Kamoro dan 24 petani mitra di desa Utikini Baru dan Wangirja menerima bantuan pelatihan, bibit, pendampingan dan pemasaran produk sayuran.

    Sebanyak 92 petani kopi organik berpartisipasi dalam pengemangan kopi di Moenamani dan Wamena, serta memperoleh perpanjangan sertifikasi organic dari Rainforest

    Program kesehatan

    Penyedia layanan rumah sakit terbesar bagi komunitas Timika dengan lebih dari 156.860 pasien rawat jalan dan rawat inap di 2 rumah sakit. 1.338.806 pasien telah dilayani di RS Mitra Masyarakat tahun 1999-2012. 303.459 pasien telah dilayani di RS Waa Banti tahun 2002-2012.

    Community Public Health & Malaria Control PT Freeport Indonesia (CPHMC-PTFI) bekerjasama dengan LPMAK, KPA Mimika dan Dinas Kesehatan memberikan pelatihan relawan AIDS kepada 39 orang dari Tujuh Suku di SP 9, SP 12, Pomako, Nawaripi dan Kwamki Lama.

    CPHMC melakukan penyuluhan dan konseling HIV & AIDS kepada sekitar 17.000 orang dewasa dan remaja di Kabupaten Mimika serta membagikan sekitar 20.345 kondom.

    Jumlah peserta kegiatan sosialisasi dan penyuluhan kesehatan tahun 2012 oleh CPHMC mencapai 130.335 dengan berbagai topik seperti: Nutrisi, penyakit menular seksual, malaria, TB, kebersihan lingkungan, dan kesehatan ibu & anak.

    Terlibat dalam penyusunan rencana strategis kabupaten untuk penanggulangan malaria serta rencana strategis air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL).

    Jumlah kasus TB yang ditemukan di klinik TB yang dikelola CPHMC mengalami penurunan sebesar 11%. Diperkirakan upaya sosialisasi pendekatan penanganan lewat DOTS (Direct Observe Treatement Shortcourse), kegiatan pelatihan bagi 24 petugas puskesmas, pustu dan para bidan di 6 desa, serta pelatihan penanganan pasien TB bagi 16 kader PMO (Pengawas Minum Obat) dapat memberikan dampak positif penanggulangan TB.

    Terjadi penurunan jumlah kasus TB di klinik CPHMC sebesar 11%.

    Program pendidikan

    Pelatihan dan pengembangan dilakukan di Institut Pertambangan Nemangkawi, yaitu pusat pelatihan berbasis kompetensi yang menyediakan pengembangan masa magang, khususnya bagi peserta dari Papua.

    • 3.800 siswa magang
    • 90% siswa asli Papua
    • 10% non-Papua
    • 1.800 siswa sudah bekerja di PTFI dan kontraktornya

    Graduate Development Program merekrut lulusan-lulusan terbaik Universitas. Hingga saat ini terdaftar 631 program dan 374 telah dipekerjakan. 20% diantaranya adalah putra-putri Papua.

    Sampai dengan 2012, Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme & Kamoro (LPMAK) melalui dana kemitraan telah menyediakan beasiswa bagi 8.772 pelajar. Sejak dimulainya program ini, 3.697 pelajar dari SMA sampai dengan program magister telah lulus. Pada tahun 2011, LPMAK memberikan beasiswa aktif bagi pelajat sekolah dasar sampai dengan mahasiswa Universitas.

    Meski sejak 2014 target produksi PTFI mengalami penurunan drastis karena adanya aksi mogok pekerja dan menurunkan produksi tambangnya hingga 40 persen akibat karena adanya larangan pengiriman bahan baku tambang ke luar negeri sebagai implementasi dari penerapan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, PTFI tetap memberikan dana kemitraan dari sekitar Rp600 miliar berbanding alokasi sebelumnya yang rata-rata sekitar Rp 1 triliun

    Peserta Beasiswa LPMAK berdasarkan suku

    • 44% Amungme (269)
    • 19% Kamoro (107)
    • 4% Damal (24)
    • 6% Dani (44)
    • 11% Mee (66)
    • 7% Moni (48)
    • 6% Nduga (38)
    • 2% Papua lainnya (15)
    • 1% non-Papua (7)

    Kelulusan berdasarkan jenjang studi

    • SMU/SMK 59%
    • D-3 9%
    • S-1 30%
    • S-2 2%

    Kelulusan tingkat sarjana berdasarkan bidang studi

    • 31% Sosial (8)
    • 4% Teknik (1)
    • 27% Ekonomi (7)
    • 38% Lain-lain (10)

    Pada tahun 2006 IPN bekerja sama dengan politeknik Semarang meluncurkan program magang Administrasi Bisnis D3. Sejumlah 36 peserta telah lulus pada tahun ajaran 2008-2009 dan 24 partisipan sedang mengikuti program pada tahun ajaran 2010-2012. Program Magister Administrasi Bisnis yang bekerjasama dengan SBM-ITB diluncurkan pada tahun 2007. 40 peserta telah lulus pada bulan Juli 2009, 6 diantaranya berasal dari Papua. Angkatan ke-2 dimulai pada tahun 2009 yang masih berlangsung dengan jumlah peserta sebanyak 35 karyawan, 7 diantaranya berasal dari Papua